PERNAHKAH KAMU MERASA BOSAN?
Pada awalnya manusialah yang
menciptakan kebiasaan. Namun lama kelamaan, kebiasaanlah yang menentukan
tingkah laku manusia.
Ada seorang yang hidupnya
amat miskin. Namun walaupun ia miskin ia tetap rajin membaca.
Suatu hari secara tak sengaja
ia membaca sebuah buku kuno. Buku itu mengatakan bahwa di sebuah pantai
tertentu ada sebuah batu yang hidup, yang bisa mengubah benda apa saja menjadi
emas.
Setelah mempelajari isi buku
itu dan memahami seluk-beluk batu tersebut, iapun berangkat menuju pantai yang
disebutkan dalam buku kuno itu.
Dikatakan dalam buku itu bahwa batu ajaib itu agak hangat bila dipegang, seperti halnya bila kita menyentuh makhluk hidup lainnya.
Setiap hari pemuda itu memungut batu, merasakan suhu batu tersebut lalu membuangnya ke laut dalam setelah tahu kalau batu dalam genggamannya itu dingin-dingin saja.
Satu batu, dua batu, tiga
batu dipungutnya dan dilemparkannya kembali ke dalam laut.
Satu hari, dua hari, satu
minggu, setahun ia berada di pantai itu.
Kini menggenggam dan membuang
batu telah menjadi kebiasaannya.
Suatu hari secara tak sadar,
batu yang dicari itu tergenggam dalam tangannya. Namun karena ia telah terbiasa
membuang batu ke laut, maka batu ajaib itupun tak luput terbang ke laut dalam.
Lelaki miskin itu melanjutkan
‘permainannya’ memungut dan membuang batu. Ia kini lupa apa yang sedang
dicarinya.
Teman, pernahkah kita
merasakan kalau hidup ini hanyalah suatu rentetan perulangan yang membosankan?
Dari kecil, kita sebenarnya sudah dapat merasakannya, kita harus bangun
pagi-pagi untuk bersekolah, lalu pada siangnya kita pulang, mungkin sambil
melakukan aktifitas lainnya, seperti belajar, nonton TV, tidur, lalu pada
malamnya makan malam, kemudian tidur, keesokkan harinya kita kembali bangun
pagi untuk bersekolah, dan melakukan aktifitas seperti hari kemarin, hal itu
berulang kali kita lakukan bertahun-tahun !! Hingga akhirnya tiba saatnya untuk
kita bekerja, tak jauh beda dengan bersekolah, kita harus bangun pagi-pagi untuk
berangkat ke kantor, lalu pulang pada sore/malam harinya, kemudian kita tidur,
keesokan harinya kita harus kembali bekerja lagi, dan melakukan aktifitas yang
sama seperti kemarin, sampai kapan?
Pernahkah kita merasa bosan
dengan aktifitas hidup kita?
Kalau ada di antara teman²ku
ada yang merasakan demikian, dengarkanlah nasehatku ini :
“Bila hidup ini cuman suatu
rentetan perulangan yang membosankan, maka kita akan kehilangan kesempatan
untuk menemukan nilai baru di balik setiap peristiwa hidup.”
Artinya, jangan melihat
aktifitas yang kita lakukan ini sebagai suatu kebiasaan atau rutinitas , karena
jika kita menganggap demikian, maka aktifitas kita akan amat sangat membosankan
!!
Cobalah maknai setiap
peristiwa yang terjadi dalam hidup kita, mungkin kamu akan menemukan suatu yang
baru, sesuatu yang belum pernah kamu ketahui sebelumnya, “Setiap hari merupakan
hadiah baru yang menyimpan sejuta arti.”
posted
by P.E.Saputra
Seekor anak monyet
bersiap-siap hendak melakukan perjalanan jauh. Ia merasa sudah bosan dengan
hutan tempat hidupnya sekarang. Ia mendengar bahwa di bagian lain dunia ini ada
tempat yang disebut "hutan" di mana ia berpikir akan mendapatkan
tempat yang lebih "baik".
"Aku akan mencari
kehidupan yang lebih baik!" katanya. Orangtua si Monyet, meskipun
bersedih, melepaskan kepergiannya.
"Biarlah ia belajar
untuk kehidupannya sendiri," kata sang Ayah kepada sang Ibu dengan bijak.
Maka pergilah si Anak Monyet
itu mencari "hutan" yang ia gambarkan sebagai tempat hidup kaum
Monyet yang lebih baik. Sementara kedua orangtuanya tetap tinggal di hutan itu.
Waktu terus berlalu, sampai suatu ketika, si Anak Monyet itu secara mengejutkan
kembali ke orangtuanya. Tentu kedatangan anak semata wayang itu disambut
gembira orangtuanya.
Sambil berpelukan, si Anak Monyet berkata, "Ayah, Ibu, aku tidak menemukan hutan seperti yang aku angan-angankan. Semua binatang yang aku temui selalu keheranan setiap aku menceritakan bahwa aku akan bergi ke sebuah tempat yang lebih baik bagi semua binatang yang bernama hutan." "Malah, mereka mentertawakanku." sambungnya sedih. Sang Ayah dan Ibu hanya tersenyum mendengarkan si Anak Monyet itu. "Sampai aku bertemu dengan Gajah yang bijaksana," lanjutnya, "Ia mengatakan bahwa sebenarnya apa yang aku cari dan sebut sebagai hutan itu adalah hutan yang kita tinggali ini!. Kamu sudah mendapatkan dan tinggal di dalam hutan itu!"
“Benar, anakku. Kadang-kadang
kita memang berpikir tentang hal-hal yang
jauh, padahal apa yang dimaksud itu sebenarnya sudah ada di depan mata."
jauh, padahal apa yang dimaksud itu sebenarnya sudah ada di depan mata."
Kita semua adalah si Anak
Monyet itu. Hal-hal sederhana, hal-hal ada di sekitar kita tidak kita
perhatikan. Justru kita melihat hal yang "jauh-jauh" yang pada
dasarnya sudah di depan mata. Kita gelisah dengan karir pekerjaan, kita gelisah
dengan sekolah anak-anak, kita gelisah dengan segala
rencana kehidupan kita. Padahal, yang kita kerjakan sekarang adalah bagian dari karir kita. Padahal, anak-anak kita bersekolah sekarang adalah bagian dari proses pendidikan mereka dan hidup yang kita jalani adalah bagian dari rangkaian kehidupan kita ke masa yang akan datang.
rencana kehidupan kita. Padahal, yang kita kerjakan sekarang adalah bagian dari karir kita. Padahal, anak-anak kita bersekolah sekarang adalah bagian dari proses pendidikan mereka dan hidup yang kita jalani adalah bagian dari rangkaian kehidupan kita ke masa yang akan datang.
Tanpa mengecilkan arti masa
depan dan sesuatu yang lebih baik, ada baiknya apabila kita fokus dengan apa
yang ada di depan mata, apa yang kita kerjakan sekarang, karena hal ini akan
berpengaruh terhadap masa depan Anda.
--------------///---------------
Dia memandangku dan berkata,
"Kamu belajar dengan cepat, tapi jawabanmu masih salah karena banyak orang
yang buta."
Gagal lagi, aku meneruskan
usahaku mencari jawaban baru dan dari tahun ke tahun, Ibu terus bertanya padaku
beberapa kali dan jawaban dia selalu, "Bukan. Tapi, kamu makin pandai dari
tahun ke tahun, anakku."
Akhirnya tahun lalu, kakekku
meninggal. Semua keluarga sedih. Semua menangis. Bahkan, ayahku menangis. Aku
sangat ingat itu karena itulah saat kedua kalinya aku melihatnya menangis.
Ibuku memandangku ketika tiba giliranku untuk mengucapkan selamat tinggal pada
kakek.
Dia bertanya padaku,
"Apakah kamu sudah tahu apa bagian tubuh yang paling penting,
sayang?"
Aku terkejut ketika Ibu
bertanya pada saat seperti ini. Aku sering berpikir, ini hanyalah permainan
antara Ibu dan aku.
Ibu melihat kebingungan di
wajahku dan memberitahuku, "Pertanyaan ini penting. Ini akan menunjukkan
padamu apakah kamu sudah benar- benar"hidup". Untuk semua bagian
tubuh yang kamu beritahu padaku dulu, aku selalu berkata kamu salah dan aku
telah memberitahukan kamu kenapa. Tapi, hari ini adalah hari di mana kamu harus
belajar pelajaran yang sangat penting."
Dia memandangku dengan wajah
keibuan. Aku melihat matanya penuh dengan air mata. Dia berkata,
"Sayangku, bagian tubuh yang paling penting adalah bahumu." Aku
bertanya, "Apakah karena fungsinya untuk menahan kepala?" Ibu
membalas, "Bukan, tapi karena bahu dapat menahan kepala seorang teman atau orang yang kamu sayangi ketika mereka menangis. Kadang-kadang dalam hidup ini, semua orang perlu bahu untuk menangis. Aku cuma berharap, kamu punya cukup kasih sayang dan teman-teman agar kamu selalu punya bahu untuk menangis kapan pun kamu membutuhkannya."
membalas, "Bukan, tapi karena bahu dapat menahan kepala seorang teman atau orang yang kamu sayangi ketika mereka menangis. Kadang-kadang dalam hidup ini, semua orang perlu bahu untuk menangis. Aku cuma berharap, kamu punya cukup kasih sayang dan teman-teman agar kamu selalu punya bahu untuk menangis kapan pun kamu membutuhkannya."
Akhirnya, aku tahu, bagian
tubuh yang paling penting adalah tidak menjadi orang yang mementingkan diri
sendiri. Tapi, simpati terhadap penderitaan yang dialamin oleh orang lain.
Orang akan melupakan apa yang kamu katakan... Orang akan melupakan apa yang
kamu lakukan... Tapi, orang TIDAK akan pernah lupa bagaimana kamu membuat
mereka berarti.
"Masa depan Anda, karir
Anda, serta kehidupan Anda adalah yang Anda kerjakan hari ini."
http://artikelmotivasi.blogspot.com/2008/04/motivasi-kisah-seekor-monyet.html
Tukang Roti dan Petani
Seorang
tukang roti di sebuah desa kecil membeli satu kilogram mentega dari seorang
petani. Ia curiga bahwa mentega yang dibelinya tidak benar-benar seberat satu
kilogram. Beberapa kali ia menimbang mentega itu, dan benar, berat mentega itu
tidak penuh satu kilogram. Yakinlah ia, bahwa petani itu telah melakukan
kecurangan. Ia melaporkan pada hakim, dan petani itu dimajukan ke sidang
pengadilan.
Pada
saat sidang, hakim berkata pada petani, “Tentu kau mempunyai timbangan?”
“Tidak,
tuan hakim,” jawab petani.
“Lalu,
bagaimana kau bisa menimbang mentega yang kau jual itu?” tanya hakim.
Petani
itu menjawab, “Ah, itu mudah sekali dijelaskan, tuan hakim. Untuk menimbang
mentega seberat satu kilogram itu, sebagai penyeimbang, aku gunakan saja roti
seberat satu kilogram yang aku beli dari tukang roti itu.”
Smiley…!
Cukup banyak contoh, kekesalan kita pada orang lain berasal dari sikap kita
sendiri pada orang lain.
http://sangatmenarik.wordpress.com/2010/08/27/tukang-roti-dan-petani/
I appreciate the amount of effort you put into making this blog. Very detailed and astonishing piece of work. I hope that you can extend your work to a wider set of audience
BalasHapusMercury Topaz AC Compressor